Hubungan Iklim dengan Lebah Madu

oleh : AHMAD SANUSI NST

Dalam kehidupan dan perkembangannya lebah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain ketersediaan pakan lebah maka faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, curah hujan dan ketinggian tempat juga sangat menentukan perkembangan lebah madu (Widhiono, 1986).
Jadi, sama halnya dengan makhluk hidup lain dalam kaitannya dengan iklim, lebah juga memiliki persyaratan iklim yang cukup untuk keberlangsungan produktifitasnya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika iklim tidak sesuai maka produktifitas lebah madu juga kemungkinan besar akan tidak sesuai dengan yang diharapkan.Iklim yang dimaksud dalam hal ini meliputi cuaca dan faktor-faktor iklim itu sendiri.
Tahun 2007 banyak peternak lebah madu yang gulung tikar akibat cuaca yang tidak menentu. Sebagai contoh peternak lebah dengan perhitungan tahun sebelumnya biasanya panen madu kelengkeng sekitar bulan September. Dengan asumsi tersebut peternak lebah madu akan mengembala lebahnya ke daerah Ambarawa namun akibat cuaca yang tidak menentu ternyata pohon kelengkeng gagal berbunga.Peternak yang sudah terlanjur membawa koloni lebahnya ke tempat tersebut tentu akan rugi besar selain biaya tarnsportasi yang mahal juga banyak lebah yang mati kelaparan (www.binaapiari.com, 2008)
Jadi, untuk berhasil dalam bisnis budidaya lebah madu, faktor iklim merupakan salah satu bagian penting yang perlu dikaji terlebih dahulu.Berikut ini ada beberapa faktor iklim yang berhubungan dengan lebah madu baik secara langsung maupun tidak langsung :

a. Suhu
Lebah madu merupakan golongan serangga berdarah dingin, sehingga sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu udara disekitarnya. Menurut Siregar (2009) Pada suhu dibawah 10 0C dapat mengakibatkan urat sayapnya menjadi lemah sehingga tidak mampu terbang.Pada suhu sekitar 10o C, lebah madu cenderung lebih banyak memperbaiki sarang sebagai upaya meningatkan temperatur agar mencapai kondisi kenyamanan yang ideal Suhu diatas 100C lebah mulai aktif dan kegiatannya akan meningkat dengan kenaikan suhu. Pada suhu 330C – 350C lebah ratu mulai aktif bertelur, sedang pada suhu diatas 350C kegiatan lebah dalam membuat lilin dan sarang akan lebih meningkat (Rismunandar, 1990).
Suhu ideal yang cocok bagi lebah adalah sekitar 26 derajat 0C, pada suhu ini lebah dapat beraktifitas normal. Suhu di atas 10 0C lebah masih beraktifitas. Di lereng pegunungan/dataran tinggi yang bersuhu normal (25 0C). Lokasi yang disukai lebah adalah tempat terbuka, jauh dari keramaian dan banyak terdapat bunga sebagai pakannya. (www.binaapiari.com, 2008).
Koloni lebah mempunyai cara-cara yang unik untuk mempertahankan temperatur didalam sarangnya. Kemampuan lebah untuk mempertahankan kehangatan kondisi mikroklimat merupakan adaptasi secara langsung untuk terbang. Adapun cara yang ditempuh adalah melalui pengendalian terintegrasi antara produksi dan pelepasan panas. Mekanisme ini dapat menyebabkan menurunnya aktivitas lebah dalam mencari makanan sehingga akan dapat mempengaruhi perkembangan koloni selanjutnya (Seeley, 1985).

b. Kelembaban
Salah satu hal utama yang perlu diperhatikan apabila kita beternak lebah dalam stup atau glodok adalah kelembaban. faktor kelembaban harus selalu diperhatikan karaena hal ini berhubungan dengan kandungan air dalam stup atau glodok.Lebah menghendaki tempat yang tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering, yang pasti lebah mampu menciptakan kondisi lembab disekitarnya apabila air di daerah tersebut tersedia dan cuaca mendukung. Kondisi yang terlalu lembab bisa mengakibatkan timbulnya bakteri maupun jamur disekitar sarang yang dapat berakibat terhadap pembusukan telur dan berkurangnya kesehatan lebah (Sutrisno, komunikasi pribadi, 2009)

c. Curah Hujan
Para peternak lebah dituntut untuk selalu jeli untuk mencari lokasi penggembalaan lebah. Pada musim bunga (kemarau), peternak harus mampu mencari lokasi penggembalaan yang bunganya melimpah, agar madu dan royal jellynya melimpah pula. Pada musim-musim paceklik (penghujan), peternak dituntut untuk mampu menempatkan lebah di lokasi yang memiliki curah hujan kecil dan paling banyak sumber nektarnya, terutama sumber tepung sari bunga.
Suhu udara yang terlalu panas atau terlalu dingin tidak cocok untuk kehidupan lebah madu, demikian pula lokasi yang memiliki curah hujan terlalu tinggi tidak cocok untuk budidaya lebah madu, karena lebah-lebah pekerja tidak bisa mencari makanan. Namun, jika hujan turun pada siang hari, lebah masih mempunyai kesempatan mencari makanan pada pagi hari (Halim dan Suharno, 2008)

d. Ketinggian Tempat
Indonesia termasuk wilayah yang memiliki udara sub tropis, sangat ideal untuk mengembang biakkan dan membudidayakan lebah, karena rata-rata suhu udara nya 26 – 35oC. Sedangkan untuk dataran yang ketinggiannya di atas 1.000 meter dari permukaan laut kurang cocok untuk pembudidayaan lebah, karena suhu udaranya dibawah 15oC. Kondisi ini akan menyebabkan lebah malas keluar sarang dan memilih bermain-main di dalam sarang, yang akan mengakibatkan kekurangan bahan makanan karena lebah pekerja (betina) enggan mencari nektar dan tepung sari. Dataran yang cocok untuk beternak lebah madu ini adalah dil lereng pegunungan atau dataran tinggi yang bersuhu normal (di atas 25oC) (Bank, Indonesia).
Tidak semua jenis lebah bisa hidup pada berbagai ketinggian, hal ini erat kaitannya dengan suhu dan sumber pakannya. Ada jenis lebah yang bisa hidup sampai ketinggian 1200 mdpl dan ada yang bisa hidup pada berbagai ketinggian tertentu. Seperti Apis laboriosa Jenis lebah ini hanya terdapat di pegunungan Himalaya pada ketinggian tempat lebih dari 1.200 m dari permukaan laut (dpl), jenis Apis andrenoformis hanya bisaditemukan sampai pada ketingian 500 mdpl.

e. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari berpengaruh terhadap aktivitas lebah.Umumnya lebah pekerja mulai giat dari jam 05.00 WIB sampai jam 18.00 WIB. Puncak kegiatannya 1ebih ,banyak terjadi pada pagi hari antara jam 05.00-08.00 WIB. Bervariasinya faktor lingkungan fisis dan perubahan waktu menyebabkan pola kegiatan hariam keluar-masuk sarang lebah pekerja juga bervariasi. (Syamsudin,2008)
Faktor fisis yang relatif berpengaruh dalam menentukan kegiatan keluar-masuk sarang adalah intensitas cahaya matahari, suhu dan kecepatan angin walaupun demikian pola kegiatan harian memperlihatkan pola yang ritmis. Pada kegiatan harian mengumpulkan tepung sari memperlihatkan pola yang ritmis dengan dua periode puncak kegiatan pada pagi hari dan sore hari. Kegiatan harian rata-rata mengambil tepung sari terhenti pada jam 12.00-15.00 WIB. Faktor lingkungan fisis yang relatif paling berpengaruh dalam menentukan kegiatan pekerja untuk mengumpulkan tepung sari adalah intensitas cahaya. (Syamsuddin, 2008)